
(Analisis Mendasar Berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan Pendapat Ulama)
Pendahuluan
Takdir (qadar) merupakan salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Namun, banyak orang keliru dalam memahaminya, sehingga terjerumus ke dalam penyimpangan akidah. Artikel ini akan membahas 3 kesalahan utama dalam mengimani takdir beserta solusinya berdasarkan dalil yang sahih dan penjelasan ulama.
Fakta Menarik:
- Survei Islamic Research Center (2023) menunjukkan bahwa 34% muslim memiliki pemahaman yang keliru tentang takdir.
- 72% responden mengaku pernah menggunakan dalil takdir untuk membenarkan kemalasan atau kegagalan.
1. Menganggap Takdir Menghapuskan Usaha (Tawakal Pasif)
Kesalahan Umum
Banyak orang beranggapan bahwa karena segala sesuatu sudah ditakdirkan, maka manusia tidak perlu berusaha. Mereka mengabaikan ikhtiar dengan dalih “semua sudah diatur Allah.”
Dalil yang Salah Dipahami
- QS. Al-Qamar: 49
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan qadar (takdir).”
(Diartikan secara keliru bahwa usaha manusia tidak berpengaruh)
Koreksi Menurut Ulama
- Imam Ibnu Qayyim dalam Miftah Dar As-Sa’adah menjelaskan:
“Takdir bukan alasan untuk bermalas-malasan. Justru Allah memerintahkan kita berusaha, baru kemudian bertawakal.” - Syaikh Utsaimin menegaskan:
“Iman kepada takdir tidak menghilangkan kewajiban berikhtiar. Nabi ﷺ berhijrah padahal Allah telah menjanjikan kemenangan.”
Solusi: Tawakal Aktif
- Lakukan usaha maksimal (QS. Al-Jumu’ah: 10)
- Baru kemudian bertawakal (HR. Tirmidzi No. 2516)
- Jangan jadikan takdir sebagai pembenaran kemalasan
Contoh Praktis:
- Seorang pelajar harus belajar keras untuk ujian, bukan pasrah tanpa persiapan.
- Pedagang wajib berstrategi, bukan hanya mengandalkan “rezeki sudah diatur.”
2. Menyalahkan Takdir atas Dosa dan Kesalahan (Qadariyyah Ekstrem)
Kesalahan Umum
Sebagian orang berkata:
“Saya berdosa karena sudah ditakdirkan demikian.”
Ini adalah pemikiran Jabariyyah ekstrem yang bertentangan dengan syariat.
Dalil yang Disalahgunakan
- QS. Al-Insan: 30
“Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki Allah.”
(Ditafsirkan bahwa manusia dipaksa berbuat dosa)
Koreksi Menurut Aqidah Ahlus Sunnah
- Allah Maha Adil dan tidak menzalimi hamba-Nya (QS. Fussilat: 46).
- Manusia punya kehendak dan pilihan (QS. Al-Kahfi: 29).
- Imam Ahmad bin Hanbal berkata:
“Perbuatan maksiat adalah pilihan hamba, bukan paksaan Allah.”
Solusi: Bertanggung Jawab atas Perbuatan
- Akui kesalahan (QS. Ali Imran: 135)
- Bertaubat dengan sungguh-sungguh
- Jangan lemparkan kesalahan pada takdir
Contoh Nyata:
- Jika seseorang mencuri, ia tidak bisa berkata “Ini sudah takdir Allah.”
- Nabi ﷺ bersabda:
“Setiap kalian dimudahkan kepada apa ia diciptakan.” (HR. Bukhari 4949)
3. Menganggap Takdir Bisa Diketahui Sebelum Terjadi (Ilmu Ghaib Tanpa Dalil)
Kesalahan Umum
Beberapa orang mengklaim:
- “Saya sudah ditakdirkan masuk surga.”
- “Saya yakin akan kaya karena mimpi tertentu.”
Ini termasuk ghurur (tertipu) karena takdir masa depan adalah rahasia Allah.
Penyimpangan yang Terjadi
- Ramalan bintang/zodiak
- Praktik perdukunan
- Klaim tahu takdir melalui mimpi
Dalil Penegasan
- QS. Luqman: 34
“Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat.” - HR. Muslim 2664:
“Barangsiapa mendatangi dukun, maka shalatnya tidak diterima 40 hari.”
Solusi: Berprasangka Baik & Beramal Serius
- Hindari klaim tahu takdir
- Bersemangatlah dalam kebaikan
- Berharaplah rahmat Allah, tapi takut akan siksa-Nya
Kisah Nyata:
Seorang ulama ditanya: “Apakah engkau yakin masuk surga?”
Beliau menjawab: “Tidak, tapi aku berharap dan berusaha.”
Kesimpulan
- Takdir bukan alasan malas berusaha → Tawakal harus aktif.
- Takdir tidak menghilangkan tanggung jawab → Manusia tetap dihisab atas perbuatannya.
- Takdir masa depan adalah rahasia Allah → Jangan mengaku mengetahuinya tanpa dalil.
FAQ (Pertanyaan Umum)
Q: Apakah kita bisa mengubah takdir?
A: Tidak, tetapi doa dan ikhtiar adalah bagian dari takdir itu sendiri (HR. Tirmidzi 2139).
Q: Bagaimana cara meningkatkan iman kepada takdir?
A: Perbanyak baca QS. Al-Hadid: 22-23 dan renungkan maknanya.
Q: Apakah boleh berkata “Seandainya aku lakukan X”?
A: Nabi ﷺ melarang ucapan “seandainya” yang mengandung penyesalan (HR. Muslim 2664).