“Mengapa Rasulullah tidak membangun masjid semegah istana, padahal beliau seorang kepala negara?”
Pertanyaan ini bukan hanya menyentuh sisi arsitektural, tetapi juga menyentuh nilai-nilai spiritual yang dalam. Di zaman ini, ketika kemegahan fisik sering kali menjadi tolok ukur keberhasilan, Masjid Nabawi hadir sebagai simbol kesederhanaan yang abadi. Bukan karena keterbatasan, tapi karena kesadaran dan pilihan prinsipil dari Rasulullah ﷺ.
Artikel ini akan mengupas tuntas filsafat arsitektur Masjid Nabawi—dari sejarah pendiriannya, desainnya yang sederhana, hingga makna spiritual yang masih relevan hingga hari ini. Artikel ini juga akan mengaitkan pesan kesederhanaan itu dengan semangat kemerdekaan, sebagai bagian dari refleksi 17 Agustus dan ajaran tentang Islam dan kemerdekaan.
Latar Belakang Pembangunan Masjid Nabawi
Hijrah dan Awal Peradaban Islam di Madinah
Pada tahun 622 M, Rasulullah ﷺ bersama para sahabatnya hijrah ke Yatsrib (Madinah) untuk membangun komunitas Islam yang bebas dari tekanan kafir Quraisy. Salah satu tindakan pertama yang beliau lakukan setelah sampai di sana adalah membangun masjid.
Masjid ini bukan sekadar tempat salat, melainkan pusat segala aktivitas umat:
Tempat berkumpul
Pusat pendidikan
Kantor pemerintahan
Ruang diskusi dan pengambilan keputusan
Di sinilah peradaban Islam mulai berkembang dan menunjukkan wajah Islam sebagai agama yang menyatukan aspek ibadah dan kehidupan sosial.
Mengapa Masjid Nabawi Dibangun dengan Sederhana?
Material Bangunan yang Sangat Sederhana
Masjid Nabawi awal dibangun dari bahan-bahan alami yang tersedia di sekitar:
Dinding: bata tanah liat
Tiang: batang kurma
Atap: pelepah kurma
Lantai: tanah
Tidak ada ukiran, tidak ada hiasan mahal, apalagi marmer atau batu mulia. Namun, kesederhanaan itu adalah kekuatannya.
Kesengajaan Rasulullah ﷺ
Kesederhanaan ini bukan karena Rasulullah tidak mampu membangun masjid megah. Bahkan, para sahabat siap membantu membangunnya dengan sumber daya mereka. Namun, beliau ingin menanamkan nilai penting: tujuan masjid adalah ibadah dan pembinaan umat, bukan kemegahan fisik.
“Sederhana itu bagian dari iman.” (HR. Abu Dawud)
Filsafat Arsitektur Masjid Nabawi: Kesederhanaan yang Penuh Makna
1. Menghindari Distraksi dalam Ibadah
Masjid yang terlalu megah bisa mengganggu kekhusyukan. Masjid Nabawi dirancang agar setiap orang yang masuk tidak terpesona oleh estetika, tetapi tersambung langsung dengan Allah SWT.
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu milik Allah, maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya selain Allah.” (QS. Al-Jin: 18)
2. Mewujudkan Kesetaraan Sosial
Masjid adalah tempat semua orang setara di hadapan Allah. Tidak ada karpet istimewa untuk orang kaya, tidak ada tempat duduk khusus untuk pemimpin. Semua berdiri dalam satu barisan, satu kiblat, satu niat.
3. Simbol Keterhubungan dengan Allah
Desain Masjid Nabawi membebaskan manusia dari simbolisme yang berlebihan. Yang dihadirkan adalah ruang suci yang murni—tempat hati manusia menyatu dengan Tuhannya tanpa perantara status sosial atau kemewahan dunia.
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Masjid Nabawi Hari Ini?
Relevansi untuk Masjid-Masjid Modern
Saat ini banyak masjid yang dibangun megah, tapi minim kegiatan dakwah. Pelajaran dari Masjid Nabawi:
Fungsi lebih penting daripada bentuk
Kegiatan keislaman dan sosial harus menjadi nyawa masjid
Kesederhanaan adalah keunggulan spiritual, bukan kekurangan teknis
Waspadai Simbolisme Kosong
Masjid bukan tempat pamer arsitektur. Masjid seharusnya:
Menyambut semua kalangan, bukan hanya elit
Menjadi pusat solusi sosial, bukan hanya kegiatan ritual
Mewakili nilai Islam: rahmatan lil ‘alamin
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi kepada hati dan amal kalian.” (HR. Muslim)
Refleksi: Sederhana Tapi Merdeka
Muslim yang Merdeka Adalah Mereka yang Bebas dari Dunia
Dalam momen Refleksi 17 Agustus, kita mengenang perjuangan bangsa ini dalam merebut kemerdekaan. Namun, apakah kita benar-benar merdeka jika masih diperbudak oleh hawa nafsu, ego, dan kemewahan dunia?
Masjid Nabawi mengajarkan bahwa:
Kemerdekaan sejati bukan sekadar bebas dari penjajahan fisik
Tetapi juga bebas dari ketergantungan pada simbol duniawi
Dan bebas dari rasa ingin dipuja, ditinggikan, dan disanjung
Islam dan Kemerdekaan: Merdeka dengan Nilai
Kemerdekaan versi Islam adalah:
Taat kepada Allah, bukan hawa nafsu
Memberi manfaat kepada umat, bukan hanya kepentingan pribadi
Hidup dengan nilai, bukan hanya gaya
5 Nilai Kehidupan dari Masjid Nabawi
Kesederhanaan dalam Ibadah – Fokus pada hubungan dengan Allah.
Kesetaraan Sosial – Tidak ada kasta dalam Islam.
Masjid sebagai Pusat Peradaban – Ruang ilmu, solusi, dan ukhuwah.
Ketundukan kepada Allah – Melepaskan ego dan simbol duniawi.
Prioritaskan Fungsi, Bukan Tampilan – Islam menekankan substansi.
Masjid Nabawi bukan hanya pusat ibadah, tapi simbol filosofi hidup Islam yang hakiki: sederhana, merdeka, dan bermakna. Dalam dunia yang sering menilai dari apa yang tampak, Islam mengajarkan kita untuk memandang yang tak tampak—nilai, amal, dan keikhlasan.
Mari kita meneladani Rasulullah ﷺ:
Membangun bukan hanya bangunan, tetapi peradaban
Menjaga bukan hanya estetika, tetapi esensi ibadah
Menjadi bukan hanya Muslim, tetapi Muslim yang merdeka
📣 Apa makna kesederhanaan bagimu sebagai seorang Muslim?
💬 Tulis di kolom komentar atau bagikan artikel ini agar semakin banyak yang memahami makna arsitektur Islam yang menyentuh hati.